Adab Bercampur dengan istri

Bila kamu hendak mendatangi istrimu, maka bacalah doa ini:
بـِسْمِ اللهِ اللهم جَنِـبـْنـَا الشَيْطـَانَ وَجَنِبَ الشيْطـَانَ مَارَزَقـْتـَنـَا

“Ya Allah jauhkanlah syaitan dari diri kami dan jauhkanlah syaitan dari rizki yang Engkau berikan kepada kami.”



Doa tersebut cukup dibaca oleh salah seorang dari keduanya (suami saja atau istrinya saja), karena merupakan sunnah kifayah, artinya satu orang yang membaca sudah cukup bagi keduanya. Bila kita membaca doa ini niscaya anak keturunan kita akan terhindar dari ganguan syaitan.



Nabi Saw. bersabda: “Jangan kamu bercampur dengan istri kamu seperti binatang.” Maksud dari sabda Nabi tersebut adalah: Janganlah bercampur dengan istri hanya bertujuan untuk memuaskan nafsu syahwat semata, tanpa diawali dengan doa dan niat yang baik, seperti niatkan bercampurnya kita untuk menambah umat Nabi Muhammad Saw., untuk memberikan nafkah bathin kepada istri, untuk menyenangkan istri atau agar terhindar dari perbuatan zina dll.



Tuntunan Rasulullah Saw.: “Bila salah seorang dari kamu mendatangi istri kamu, maka tutuplah auratmu, jangan seperti terbukanya keledai yang sedang bercampur.”



Sayyidah ‘Aisyah Ra. berkata: “Nabi selama bercampur denganku tidak pernah melihat auratku dan akupun tidak pernah melihat aurat Nabi.”



Tutuplah auratmu dengan kain. Apabila hal ini dijalankan insya Allah kita akan mendapatkan keturunan yang sholeh dan sholehah.



Hendaklah kamu disaat bercampur dengan istri, tenang dan rileks, jangan tergesa-gesa. Apabila dilakukan dengan tergesa-gesa, maka bisa jadi sebagai hambatan atau penyebab tidak mendapatkannya keturunan.


Jika kamu sudah akan mencapai klimaks, maka bacalah doa ini di dalam hati tanpa menggerakkan bibir: 
اَلْحَمْد‘ِللهِ الذِى خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا وَجَعَلَه‘ نـَسَبًا وَصِهْرًا وَكـَانَ رَبكَ قَدِيرًا

“Segala puji bagi Allah yang menciptakan manusia dari air sperma dan menjadikannya keturunan dan berkerabat dan Dialah Tuhanmu Maha Kuasa.”



Apabila ada pertanyaan bagi seorang ahli ibadah, mana yang terbaik baginya, apakah ia harus kawin atau tidak?



Pilihan yang paling utama atau afdhal baginya adalah pilihan yang membuatnya lebih selamat bagi agamanya dan lebih tenang di hatinya. Apabila dengan kawin atau menikah membuat dirinya tenang, hidup lebih teratur, maka menikah lebih utama baginya. Akan tetapi bila ada kekhawatiran apabila ia menikah maka ibadahnya akan terganggu, maka pilihan yang afdhal baginya adalah meninggalkan menikah.



Sangat makruh bagi yang belum mempunyai istri melamun dan memikirkan tentang perempuan yang dapat mendorong nafsu syahwat kepada perempuan.



Hukum nikah pada asalnya adalah mubah, akan tetapi dapat menjadi wajib, sunnah, makruh ataupun haram bergantung pada kondisinya.
  • Wajib: Bila sudah cukup umurnya, sudah mempunyai penghasilan untuk menafkahi rumah tangganya dan mempunyai nafsu syahwat yang besar terhadap perempuan yang dikhawatirkan akan menimbulkan zina bila tidak segera menikah.
  • Sunnah: Sudah cukup umurnya, sudah mempunyai penghasilan, akan tetapi dia dapat mengendalikan hawa nafsu syahwatnya.
  • Makruh: Bila belum cukup umurnya atau sudah mencukupi umurnya akan tetapi tidak mempunyai penghasilan untuk menafkahi rumah tangganya.
  • Haram: Apabila tidak mempunyai nafsu syahwat kepada perempuan.



Disampaikan oleh al-Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf (Pimpinan Majelis Ta’lim Al-Kifahi Al-Tsaqafy)

Sumber : Facebook




0 comments:

Warning!
- Tinggalkan jejak anda di kolom komentar.